Friday, July 02, 2010

Label (Syariah) Saja Tidak Cukup

Ada 9 fatwa yang dirilis DSN MUI terkait dengan jual beli model murabahah. Sebagai obyek penelitian, fatwa-fatwa tersebut di cross-check dengan kenyataan di lapangan. 
Dan ternyata, penulis menemukan beberapa praktik murabahah di bank syariah yang justru menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan. Kita sepakat melalui buku ini, jangan sampai label bank syariah hanya dijadikan alat untuk meraup keuntungan, dengan tanpa mematuhi rambu-rambu ke-syariah-aan yang telah ditetapkan. Inilah yang membedakan bisnis syariah dengan bisnis biasa. Dalam bisnis syariah, terdapat keseimbangan gerak vertikal (habl min allah) dan horisontal (habl min nas).

Karya: Fahruroji, Rahmad Dahlan, Abdullah Ubaid
Cetakan: Pertama, Juni 2010
Penerbit: PKSPP, Jakarta

Sunday, March 21, 2010

Simetris Kiai Sahal dan Kependudukan

Media massa terus memproduksi berita mengenai perceraian, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran anak, hingga trafficking (perdagangan orang). Peristiwa itu telah menjadi konsumsi hampir tiap hari. Ada kecenderungan grafiknya meningkat setiap tahun. Jika kehidupan keluarga sebagai unit terkecil seperti ’’neraka’’, maka dikhawatirkan melahirkan ’’neraka-neraka’’ yang areanya lebih luas yaitu lingkup negara.

Dengan perkataan lain, kalau kualitas ketahanan keluarga itu buruk, maka buruklah kehidupan negara. Sebaliknya, kalau kualitas ketahanan keluarga baik, maka baiklah kehidupan negara.

Karena itu, perbaikan negara harus bermula dari keluarga. Allah SWT berfirman di dalam Surat At Tahrim (66) ayat 6 yang berbunyi: ’’Yaa ayyuhalladzina amanu quu anfusakum wa ahlikum naaro’’ (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka).

Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa perbaikan dimulai dari unit terkecil: keluarga! Kedua orangtua harus memberikan keteladanan kepada anak-anaknya. Tanpa itu, ajaran apapun yang diberikan pasti dimentahkan. Rasulullah menekankan: Ibda’ binnafsika! (Mulai dari dirimu sendiri!).

Jika orangtuanya saleh, anak biasanya turut saleh, walaupun tidak selalu begitu rumusnya. Sebab, masih ada orangtua nonbiologis yang turut menjadikan hitam putihnya seorang anak. Orangtua nonbiologis itu bisa lingkungan masyarakat, media, dan juga negara.

Namun, keluarga sebagai tempat pembinaan pertama (madrosatul ula) umumnya sangat menentukan. Kalau mahligai keluarga dibangun di atas pondasi keimanan yang kokoh, maka akan melahirkan anak-anak yang tangguh. Bak ikan di tengah lautan, meski di sekelilingnya asin, dia tidak turut asin. Generasi Robbani semacam inilah yang harus senantiasa menjadi spirit. Bukan hanya keimanan yang kokoh, tapi juga kekuatan fisik, kesejahteraan ekonomi, dan kualitas pendidikan. (QS Al-Furqon (25) ayat 74 dan QS Al-Nisaa’ (4) ayat 9.

Ayat-Ayat KB

Buku berjudul Keluarga Maslahah: Terapan Fikih Sosial Kiai Sahal yang ditulis M Cholil Nafis dan Abdullah Ubaid ini memberikan gagasan terobosan dalam menciptakan keluarga maslahah (keluarga yang baik). Sebuah rumusan yang berangkat dari tujuan pernikahan untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah (QS Ar-Rum (30) ayat 21). Suami istri saling memberikan ketenteraman satu sama lain.
Salah satu instrumen menarik dari terbentuknya keluarga maslahah di dalam buku ini adalah tentang pentingnya Program Keluarga Berencana (KB). Mengapa KB pilihannya? Berdasarkan perhitungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), bila masyarakat Indonesia tidak menjalankan Program KB, diperkirakan 11 tahun lagi atau pada 2020, penduduk Indonesia mencapai 261 juta manusia (hal.90).

Ledakan penduduk (baby boom) ini akan menimbulkan banyak permasalahan. Di antaranya lapangan kerja menyempit, pengangguran kian meningkat, kemiskinan tidak terkendali dan juga berdampak kepada kemiskinan (hal.72).

Bagi Kiai Sahal, Program KB berarti memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi umat Islam. Dan, memecahkan masalah sosial, berarti melaksanakan perintah Nabi Muhammad (hal.77).

Dengan Program KB, laju pertumbuhan penduduk bisa ditekan. Ini berarti Negara mampu menghemat triliunan rupiah untuk biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan jumlah kelahiran yang terkendali, target untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan ibu dan anak, pengurangan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan perkapita dapat mudah direalisasikan (hal. 91).

Jumlah keluarga banyak yang tidak diimbangi ketersediaan dana (mal) untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah sebuah malapetaka. Berbagai kasus penelantaran anak, anak bermasalah hukum, fenomena anak jalanan, trafficking, dan KDRT merupakan di antara malapetaka itu. Benar apa yang dikatakan Nabi Muhammad bahwa kemiskinan mendekati kepada kekufuran (Kaadal faqru an yakuuna kufron).

Mendekonstruksi Dominasi Tafsir

’’Tafsir KB’’ ala Kiai Sahal telah mendekonstruksi dominasi dan hegemoni tafsir yang berkembang di Indonesia. Selama ini kita didoktrin dengan ayat-ayat maupun hadis tentang perlunya punya keturunan banyak, karena Rasulullah sendiri senang dengan jumlah umatnya yang banyak. Karena itu, mengikuti Program KB, dengan cukup dua anak saja supaya keluarga lebih sejahtera, dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Di antara dalil yang dipergunakan adalah ’’Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka…’’ (QS Al-An-‘am (6) ayat 140). Rupanya kata ’’membunuh’’ ini ditafsirkan dengan ikut Program KB.
Namun, Kiai Sahal berani melakukan sebuah resistensi atas dominasi tafsir sekaligus resistensi terhadap pameo di masyarakat ’’banyak anak banyak rezeki’’. Fikih sosial ala Kiai Sahal ini bertolak dari pandangan bahwa mengatasi masalah sosial, dalam perspektif Islam, harus dengan mengintegrasikan hikmah hukum ke dalam alasan hukum (’illatul hukmi). Dengan demikian diperoleh suatu jalan keluar (produk hukum) yang berorientasi pada kemaslahatan umum (rahmatan lil ’alamin).

Mentasbihkan Ayat KB

Dengan demikian, sungguh ’’islami’’ jika pemerintah membentuk UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dengan UU ini akan lebih memperkokoh arah dan tujuan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Ini untuk mendukung pembangunan nasional yang berwawasan kependudukan dan keluarga kecil bahagia sejahtera. Diharapkan, sasaran akhir menuju penduduk tumbuh seimbang 2015 dan mewujudkan keluarga berkualitas dapat tercapai. Generasi-generasi tangguh pun dapat terwujud.

Jangan ragu ’’mentasbihkan atau mensucikan’’ ayat-ayat KB ini. Sebab, ini sudah sesuai dengan tujuan hukum Islam yang lima (maqoshid al-syari’ah), yaitu memelihara akal, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara harta, dan memelihara kehormatan. Kelimanya terkait satu dengan lainnya. Mestinya, dalam penggalian dalil (istimbathul hukmi) atau penafsiran, mengacu kepada yang lima ini untuk mencapai kemaslahatan umum. Menafsirkan secara kontekstual, bukan tekstual dan skripturalistik. (*)

INDOPOS, 14 Maret 2010
Ariyanto, Wartawan Indopos

Judul Buku: Keluarga Maslahah: Terapan Fikih Sosial Kiai Sahal
Penulis: M Cholil Nafis dan Abdullah Ubaid
Penerbit: Mitra Abadi Press
Cetakan: Ke-1 Maret 2010
Tebal Buku: 294 Halaman

Berita acara bedah buku di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta.
Kepedulian Kependudukan KH Sahal Didokumentasikan Buku
 
Design by Free WordPress Themes | Blogger by Pemuda - Premium Blogger Themes