Monday, April 17, 2006

Untung Klarifikasi, Nabi Musa pun telanjang

Oleh Abdullah Ubaid Matraji


Tidak main-main, kisah ini berdasar keterangan kitab Sahih Al-Bukhari (vol. 4, no. 616). Konon, Nabi Musa terbilang orang yang tidak suka mengumbar bentuk tubuh, karena tergolong pemalu. Terbiasa denga pakaian yang rapi dan tertutup. Kebiasaan ini diartikan miring oleh salah seorang Israel.
“Tahu tidak, mengapa Musa tidak pernah mengekspos tubuhnya?”
“Tidak tahu, emangnya kenapa?”.
“Dia selalu menutup tubuhnya karena ada cacat dikulitnya”. Tuduhnya

Tak lama kabar ini menyebar di kalangan Israel, dan Musa menjadi buah bibir. Untungnya, Allah turun tangan untuk menjernihkan perkara ini.

Suatu ketika, Musa mandi di kali, bajunya ditanggalkan dan ditaruh di atas batu. Namun, tak disangka, ada kejadian aneh. Kala Musa selesai mandi dan bermaksud mengambil baju, atas kehendak Allah, tiba-tiba bajunya dibawa kabur oleh batu. Musa langsung mengambil tongkat dan mengejarnya sambil berteriak, “O batu, kembalikan bajuku!”

Tanpa sadar, Musa berlari sampai pada kerumunan orang-orang Israel. Mereka tercengang melihat Musa telanjang dan melihatnya dalam keadaan sempurna, tidak ada cacat secuil pun dikulitnya. Sang batu berhenti dan Musa mengambil baju lalu mengenakannya. Setelah itu, Musa memukuli batu tersebut dengan tongkatnya.

Kejadian ini mengingatkan kita atas firman Tuhan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan dia adalah seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.” (QS 33 : 69).

Menuduh dan memfitnah adalah perbuatan kutu busuk (nista) yang mesti dibuang jauh. Sebelum bertutur, sebaiknya kita mengerti dan memahami apa persoalan yang sesungguhnya. Jangan asbun (asal bunyi). Misalnya, ketika orang-orang menuduh, ajaran kelompok A itu sesat, yang lain ikut-ikutan berseloroh, “Benar ajaran itu sesat dan harus dibabat”.

Realitas semacam ini memang sering kita jumpai akhir-akhir ini. Secara pribadi, selain kepada korban yang tertuduh atau terfitnah, saya menaruh iba kepada masyarakat awam yang termakan isu atau fitnah. Bukankah Nabi pernah bersabda, “Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.” Dengan kata lain, jika kita tidak bisa berkata baik (karena tidak tahu sebenarnya), maka diam adalah pilihan yang terbaik. []

Syir’ah, 52/April/2006.

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger by Pemuda - Premium Blogger Themes