Oleh Abdullah Ubaid Matraji
Pada akhir abad 19, di tengah-tengah kedigdayaan kolonial Belanda atas wilayah Indonesia (Hindia Timur), lahirlah embrio tokoh pejuang tangguh yang kini tersohor bernama Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Ia lahir di Bakur, Madiun, Jawa Timur tanggal 6 Agustus 1882.
Keluarganya tergolong kalangan bangsawan yang taat beragama. Ayahnya, R.M. Tjokroamiseno, adalah salah seorang pejabat pemerintahan. Sedang kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah menjabat sebagai seorang bupati.
Saat usianya masih muda, ia banyak berkelana dan bersentuhan dengan kalangan terdidik dan birokrasi pemerintah. Anak kedua dari 12 bersaudara ini pernah mengenyam sekolah administrasi di Magelang Jawa Timur. Selepas itu, ia bekerja sebagai ‘juru tulis’ pada Patih Ngawi selama tiga tahun. Lalu tak lama, ia pun menjadi Patih menggantikan bosnya.
Entah apa sebabnya, Tjokroaminoto kemudian meninggalkan pekerjaan ini dan hijrah ke Surabaya. Di kota Pahlawan ini, ia bekerja di perusahaan milik kompeni, Belanda. Dan pada tahun 1911-1912, ia bekerja sebagai pegawai pabrik gula di luar wilayah Surabaya. Dan pada bulan Mei 1912, ia bergabung dengan organisasi Sarekat Islam (SI). Sebuah organisasi massa yang menurut Pramudya Ananta Toer menjadi organisasi terbesar di dunia pada waktu itu.
HOS Tjokroaminoto, begitu nama dia biasa ditulis, memang tak bisa lepas dari sejarah SI. Nama SI bermula dari Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini berdiri sejak 16 Oktober 1905, atas prakarsa H. Samanhudi, pedagang kain batik di berbagai kota sekitar pulau Jawa.
Mulanya, organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi ini dibangun dalam rangka menghadapi persaingan dengan pedagang Cina. Namun, pada awal tahun 1912, terjadi huru-hara anti Cina. SDI kena batunya. Karena dianggap sejak awal berdirinya telah memusuhi Cina, akhirnya pemerintah bermaksud untuk melarang organisasi SDI.
Sebagai langkah antisipasi, bulan September 1912, SDI berubah nama menjadi SI, dan mengangkat HOS Cokroaminoto sebagai pemimpin. Di bawah kepemimpinannya, SI tidak hanya berkutat pada bidang ekonomi, tapi juga bergerak dalam ranah sosial, pendidikan, bahkan merambah ke wilayah politik untuk membebaskan bangsa Indonesia dari cengkeraman penjajah.
Sejak saat itu, SI menjadi organisasi pelopor kemerdekaan Indonesia. Maka tak heran, jika Tjokroaminoto mampu melahirkan 3 murid andalan, yang selanjutnya memberikan corak bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu Semaun yang komunis-sosialis (pendiri Partai Komunis Indonesia), Soekarno yang nasionalis (pendiri Partai Nasional Indonesia), dan Kartosuwiryo yang agamis (pendiri Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia atau lebih dikenal DI/TII). [AUM/WP/SSI]
Syir'ah, Edisi 56, Agustus 2006