Oleh Abdullah Ubaid Matraji
Selama 20 tahun, kehidupan pria yang lahir tahun 1858 itu dihabiskan untuk berjuang menentang penjajah di Libya, Afrika Utara. Cobaan bertubi-tubi dan getar-getir perjuangan adalah menu tiap hari, yang mau tak mau harus ditelan. Keteguhan prinsip dan keteladananan sikapnya itu menggugah produser film di Amerika Serikat Musthafa Aqqad, untuk mengangkat kisahnya dalam film yang berjudul Lion of the Desert, singa padang pasir, yang dirilis tahun 1981.
Lelaki tegap dan gagah perkasa itu bernama Umar Mukhtar. Bulan Oktober 1911 adalah kali pertama Umar Mukhtar mengobarkan semangat perlawanan rakyat Libya terhadap bangsa Italia. Waktu itu, orang-orang Italia menginjakkan kakinya di Libya untuk menjajah dan menguasai aset-aset rakyat. Pertempuran demi pertempuran tak terelakkan lagi. Antara lain di daerah Al-Hani dekat Tripoli, Al-Rmaila dekat Misrata, dan Al-Fwaihat dekat Benghazi.
Selang setahun, Maret 1912, pertempuran meluas ke wilayah Al-Fwaihat dekat Benghazi dan Wadi Ash-Shwaer dekat Derna. Kemenangan terbesar perjuangannya adalah saat bertempur di Al-Gherthabiya, dekat Sirt, pada bulan April 1915. Italia kedooran, terbirit-birit, bahkan kehilangan ribuan bala tentara.
Meski begitu, wilayah yang dikuasai rakyat Libya satu per satu akhirnya jatuh ke tangan penjajah. Sebagai strategi perlawanan balik, tahun 1922 Umar membentuk kelompok pejuang anti-penjajah Italia, yang berpusat di The Green Mountain atau disebut Al-Jabal Al-Akhdar (gunung hijau), bagian Tenggara Libya. Perlawanan pun berkobar kembali.
Untuk meredam bara perlawanan, pemerintah pusat Italia mengutus panglima Badolio. Pria bengis yang terkenal haus darah itu diizinkan pemerintah untuk membunuh rakyat sipil, baik di desa maupun di pegunungan, yang dicurigai membantu Umar dan bala tentaranya. Tak lama kemudian, diktator Italia, Bennito Musolini, juga mengirimkan panglima Rodolfo Grasiani, yang tak kalah kejamnya seperti Badolio.
Pertempuran yang tidak seimbang itu, mengakibatkan para pejuang kedodoran. Hampir semua warga Libya dipaksa penjajah Italia untuk hidup di kamp-kamp konsentrasi, tempat kumpul para tahanan perang. Dan pada akhir tahun 1930, sebanyak 55 persen dari 80 ribu rakyat Libya meninggal di kamp-kamp tersebut. Sementara, pada tahun 1931, kondisi para pejuang yang bermarkas di pegunungan kehabisan stamina, stok makanan dan obat-obatan pun ludes. Dan sang pemimpin gerilya Umar Mukhtar jatuh sakit.
Usia senja dan kondisi tubuh yang menurun membuatnya tak kuasa untuk memanggul senjata dan meneruskan perlawanan. Akhirnya, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Tepat tanggal 16 September 1931 di kota Solouq, lingkaran tali tiang gantung itu menjerat leher Sang Pahlawan dihadapan ribuan rakyat Libya. Atas kegigihan dan kebaraniannya, pahlawan yang lahir di kota kecil Zawia Janzour Libya itu digelari ‘singa padang pasir’.
Italia mampu berkuasa di Libya hingga tahun 1943 saja, akibat kekalahannya di Perang Dunia II. Lalu, Libya jatuh ke tangan Inggris dan Perancis. Dan baru pada tanggal 24 Desember 1951 Libya kembali meraih kemerdekaannya. [AUM/WIKI/IRIB]
Syir'ah/57/September/2006