Sunday, November 26, 2006

Medium Pengentasan Kemiskinan

Zakat yang berpotensi mengentaskan kemiskinan adalah yang dilakukan dengan pendampingan dan pemberdayaan.

Oleh Abdullah Ubaid Matraji

Rakyat miskin yang tinggal di kolong-kolong jembatan, anak-anak jalanan, orang-orang cacat dan lanjut usia yang meminta-minta di pusat keramaian, masih menjadi pemandangan kita sehari-hari, terutama di Ibu Kota. Belum lagi, deretan rumah kumuh di bantaran sungai dan rakyat miskin yang tinggal di pedalaman juga bagian dari realitas kemiskinan yang belum beranjak.

Nah, di tengah komplekstias masalah itu, zakat diusung beberapa kalangan sebagai cara alternatif pengentasan kemiskinan. Secara definitif, zakat yaitu mengeluarkan sebagian harta dalam jumlah dan perhitungan yang telah ditetapkan agama. Perintah ini termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 43, ...Wa âtû al-zakâta..., dan tunaikanlah zakat.

Jika zakat digagas sebagai solusi kemiskinan, sejauh mana konsep ini dapat diejahwantahkan?

Menurut Peneliti Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Irfan Abu Bakar, model penyaluran zakat itu ada dua. Pertama, diserahkan secara langsung, dari muzakki (orang yang zakat) ke mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) tanpa perantara. Kedua, diserahkan ke lembaga independen. Jadi, muzakki tidak memberikan langsung kepada mustahiq, tapi dikelola lembaga sebagai perantara.

Jika diprosentasekan, menurut hasil penelitian CSRC tahun 2005, maka 85% masyarakat menyalurkan zakatnya secara langsung, dan 15% diserahkan kepada lembaga. Saat tim peneliti CSRC bertanya, mengapa tidak diserahkan ke lembaga? Responden mayoritas menjawab, karena ingin menyalurkan zakat ke mustahiq yang telah dikenalnya. “Jadi ada perasaan tenang kalau sudah menyerahkan langsung ke mustahiq yang dikenal dekat,” kata salah seorang responden yang dikisahkan kembali oleh Irfan.

Ini dibenarkan Ahmad Juwaini dari Dompet Dhuafa (DD), lembaga swasta yang bergerak di pengelolaan zakat. Penyaluran zakat melalui lembaga pengelola masih tergolong minim. Juwaini menandaskan, ada tiga program yang dijalankan DD. Pertama, bersifat charity, bantuan langsung tunai. Kedua, bersifat pengembangan sumber daya manusia. Ketiga, bersifat pemberdayaan ekonomi.

DD lebih memperioritaskan dua program terakhir. Sebab, kedua program itu tidak sekedar memberikan bantuan, tapi membina dan mendampingi mustahiq agar mampu memanfaatkan bantuan untuk mentas dari kemiskinan. “Tak sekedar charity yang hanya memberi tanpa pemberdayaan,” tegasnya. Ya, mustahil memang, bisa keluar dari kemiskinan hanya gara-gara diberi zakat tunai, tanpa adanya pendampingan dan pemberdayaan. []

Syir`ah, Edisi 59, November 2006.

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger by Pemuda - Premium Blogger Themes