Tuesday, December 26, 2006

"Sumbu Pendek" Sang Teroris

Oleh Abdullah Ubaid Matraji


Aksi teror tak selalu bertautan dengan keyakinan atau ideologi pelaku. Kasus peledakan bom di restarurant cepat saji A&W Plaza Kramat Jati Jakarta Timur bulan lalu setidaknya membuktikan tesis ini. Pelakunya, Muhammad Nuh, diduga kuat tak ada hubungannya dengan jaringan Nurdin Mohammad Toop. Bahkan, menurut keterangan penyidik, Nuh dinyatakan kurang waras.

Nuh, dalam insiden tanggal 11 November itu, tidak punya motivasi yang jelas. Ia termasuk kategori "orang sakit". Orang yang sedang sakit, dalam kaca mata psikologi, biasanya bertingkah aneh dan tidak logis. Misal, mati bunuh diri di tempat keramaian untuk mencari sensasi. Ia tidak punya tujuan besar, kecuali untuk mencari kepuasan.

Itulah hasil analisis Guru Besar Psikologi Islam Ahmad Mubarok, yang diungkap saat tayangan Talkshow Islam Indonesia, pertengahan November. Ia menambahkan, orang yang teralienasi dan berpendidikan rendah gampang sekali mencari jalan pintas semacam itu.

Pernyataan ini dibantah narasumber kedua Al Chaidar, dosen dan peneliti dari Universitas Malikussaleh Aceh. Menurutnya, aksi-aksi teror itu semuanya bermuatan ideologis, tak terkecuali yang dilakukan Nuh. Bisa dibilang, ada motivasi keagamaan yang diyakini sebagai pembenar aksi teror yang dilancarkan. "Ada ayat-ayat al-Quran atau hadist Nabi yang selalu dijadikan dasar legitimasi," paparnya.

Imam Samudra, misalnya, dengan jelas mengutip ayat al-Quran dan hadis Nabi sebagai pijakan aksinya. Baca saja buku Aku Melawan Teroris karyanya, semua akan tampak jelas. Keyakinan keagamaan menjadi motivasi yang kuat. Atau, bisa juga dilihat dalam vcd hasil rekaman pengakuan para pelaku.

Untuk meredam terorisme, Al Chaidar punya tiga resep. Pertama, menghadapi dengan kekuatan fisik atau perang. Cara ini biasanya menuai kegagalan, karena akan menambah masalah baru. Kedua, dengan negosiasi dan perjanjian damai. Model ini belum pernah diterapkan. Dan terakhir, caranya dengan debat atau dialog terbuka. Forum ini untuk menjembatani gagasan yang berbeda, tapi merasa saling benar.

Di ujung acara, Al Chaidar juga membenarkan, keyakinan agama bukan dalih semata wayang, faktor psikologis juga punya andil melahirkan teror-teror baru. [AUM]


Syir`ah, Edisi 60, Desember 2006.

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger by Pemuda - Premium Blogger Themes