Tuesday, December 26, 2006

Tak Peduli Agama atau Alirannya Apa

Oleh Abdullah Ubaid Matraji


Menurut rencana, akhir tahun ini RUU Administrasi Kependudukan segera disahkan. Pembahasan semakin alot karena muncul beberapa masalah yang menyebabkan pro dan kontra. Bagaimana polemik itu terjadi? Dan, apa yang dipermasalahkan? Berikut ini petikan wawancara Abdulah Ubaid Matraji, wartawan Syir’ah, dengan Peneliti The Wahid Institute Rumadi, saat dihubungi melalui telpon di sela-sela aktifitasnya mengikuti acara Annual Conference di Bandung, Jawa Barat.

Bagaimana perkembangan RUU Adminduk saat ini?
Perkembangan terakhir yaitu soal kolom agama dalam administrasi kependudukan. Yang boleh dicantumkan itu hanya enam agama yang diakui, atau agama lain selain enam juga bisa masuk. Begitu pula dengan aliran kepercayaan. Banyak pihak yang menentang ketika dimasukkan dalam kolom agama.

Menurut Anda?
Pemerintah itu seharusnya mengadministrasi seluruh warga negara, apa pun jenis agamanya dan kepercayaannya. Nah, sekarang ini muncul ketidaksetujuan soal dimasukkannya aliran kepercayaan dalam kolom agama. Ini seolah-olah menyamakan kedudukan agama dengan aliran kepercayaan. Itu yang diributkan banyak orang. Padahal sebenarnya tidak ada masalah.

Maksudnya?
Ya jelas. Intinya kan hanya memasukkan aliran kepercayaan dalam kolom agama, bukan soal menyamakan kedudukan agama dan aliran kepercayaan. Ini yang harus dipahami. Masalahnya justru terletak pada aturan yang dirujuk RUU Adminduk dalam memasukkan agama, yaitu Keppres Nomor 6 Tahun 2000. Kalau begitu, yang masuk dalam kolom agama ya hanya enam agama saja: Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Bagaimana dengan warga negara Indonesia yang memeluk agama selain enam tadi? Seperti Sinto, Sich, Bahai, dan lain-lain.

Ada berapa faksi dalam perdebatan itu?
Sementara ada dua. Faksi pertama hanya ingin memasukkan enam agama resmi versi pemerintah. Dan faksi kedua ingin memperjuangkan kesetaraan semuanya. Jadi, tidak hanya membatasi enam agama saja, tapi semua jenis agama dan keyakinan harus dicatat.

Idealnya bagaimana?
Semua agama dan aliran kepercayaan harus dimasukkan dalam catatan administrasi kependudukan. Jadi pencatatan administrasi itu tidak perlu melihat agama dan keyakinannya apa, yang penting dia warga Indonesia. Hak sebagai warga negara itu melekat pada orang yang memang sebagai warga negara, bukan karena dia memeluk agama apa atau kepercayaan apa. Sekali lagi saya tegaskan, yang harus dilayani adalah siapa pun warga negara Indonesia, bukan karena dia memeluk agama atau keyakinan tertentu. []


Syir`ah, Edisi 60, Desember 2006.

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger by Pemuda - Premium Blogger Themes