Tuesday, January 30, 2007

Nikah Sirri Merugikan Perempuan

Nikah sirri secara fiqh diperbolehkan. Namun prakteknya yang tanpa pencatatan secara resmi menjadi permasalahan yang serius.

Oleh Abdullah Ubaid Matraji

Karena tak tercatat, nikah sirri dianggap pernikahan ilegal. Tak punya kekuatan apapun di mata hukum. Nikah bawah tangan, nikah rahasia, kawin lari, adalah sebutan lain nikah sirri. Model pernikahan ini bukanlah hal baru. Belakangan menjadi buah bibir, karena melibatkan sejumlah public figure. Hukum nikah sirri, bisa jadi sah menurut agama, tapi tetap tidak sah di mata hukum negara. Hal ini dibenarkan Nurul Huda, penghulu Kantor Urusan Agama (KUA) Pancoran Jakarta Selatan.

KUA selama ini tak menerima praktik nikah siri, kalau pun ada itu sebatas konsultasi. Bahasa mudahnya, KUA tak akan bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan terkait nikah sirri. Resiko ditangggung individu yang bersangkutan. Bahkan KUA tidak mengenal istilah nikah siri. “Kita hanya mengenal istilah nikah tercatat dan tak tercatat,” tegasnya pada acara Talkshow Islam Indonesia, kerjasama Syir`ah-Metro TV.

Husein Muhammad, pakar hukum Islam, pada kesempatan yang sama, berpendapat, sebutan nikah sirri tak dikenal dalam terminologi fikih, hukum Islam. Ini adalah istilah spesifik di Indonesia. Begitu pula dengan syarat pencatatan, yang termaktub dalam UU No.1 tahun 1974. Tak ada dalam kitab-kitab fikih. Ini adalah produk hukum Indonesia dalam rangka menjaga kemaslahatan sosial. “Pencatatan pernikahan ini dapat juga dijadikan instrumen untuk melindungi kaum perempuan,” tandasnya.

Biasanya, yang menjadi korban pernikahan sirri adalah perempuan. Misal, sering dijumpai kasus kekerasan dalam rumah tangga. Korbannya mayoritas dari pihak istri. Kalau memang terjadi demikian, istri tak bisa mengadu ke pihak yang berwajib. Sebab, status perkawinannya tak punya legalitas di mata hukum. Akhirnya, perempuan lagi-lagi menjadi korban.

Shinta, pelaku nikah sirri yang juga hadir di Metro TV, justeru merasa tak ada masalah. Ia berpendapat, nikah sirri adalah sebuah pilihan. “Secara pribadi, saya sudah memikirkan apa yang harus saya lakukan,” katanya. Pendirian ini dikritik Husein Muhammad. “Saya kira, Mbak Shinta juga lemah, meskipun ini adalah pilihan.”

Menurut Husein, tali perkawinan adalah pengikat hubungan dua insan agar tercipta rumah tangga yang sakînah, mawaddah, wa al-rahmah (tentram, penuh cinta, dan kasih sayang). Jika prinsip-prinsip itu tak terpenuhi, maka tali itu menjadi pudar. “Kalau begitu, hak dan kewajiban masing-masing pihak harus bisa saling menjaga,” tegas kiai yang juga anggota Komisi Nasional untuk Perempuan ini. []

Syir`ah/edisi 61/Januari 2007

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger by Pemuda - Premium Blogger Themes