Tuesday, February 20, 2007

Kabar "Masura" dari Ciganjur


Jika anda tak sempat menghadiri forum MASURA di Ciganjur, tapi ingin tahu,  simak saja laporan syirahonline berikut ini. 


Meriahnya Forum Masura Di Ciganjur
Oleh ABDULLAH UBADI/SYIRAH/19-2-2007


Jakarta- Forum yang menurut rencana akan dihadiri para kiai dan pemimpin masyarakat bawah itu tampak berubah. Tak hanya dihadiri kiai kampung, Majelis Silaturrahim Ulama Rakyat (Masura) itu ternyata dihadiri semua lapisan masyarakat.

Layaknya pesta rakyat. Pada Minggu (18/2) pagi itu, mereka berbondong-bondong menuju komplek pesantren al-Munawwarah di jalan Warung Sila, Ciganjur, Jakarta Selatan. Deretan rakyat kecil terlihat antusias menggelar dagangannya di bibir jalan. Ada yang jualan minyak wangi, kopiah, pakaian, mainan anak-anak, minuman dan makanan.

Ratusan umbul-umbul juga tampak di sepanjang jalan menuju lokasi acara. Poster berisi himbauan untuk perbaikan juga dipasang di mana-mana.

“Komitmen Ulama Menjaga Moral bangsa.” “Rapatkan Barisan Kiai Kampung Sebagai Penjaga NKRI.” Itulah antara lain bunyi sepanduk yang terbentang di jalan-jalan.

Masura juga dihadiri para pengurus masjid, musholla dan majelis ta’lim se-Jabotabek, serta perwakilan dari pengurus wilayah PKB Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur.

Di samping itu, sejumlah kiai hadir memimpin istighatsah dan doa bersama, antara lain, KH Nuril Huda yang juga ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), KH Lukman Hakim, KH Ali hanafiyah, KH. Hamdun, KH Abdul Aziz Mansyur, KH Jamaluddin Bustomi, KH Manarul Hidayat, dan KH Aminullah Muchtar. Sementara doa pamungkas dipimpin Tuan Guru Turmudzi dari Nusa Tenggara Barat.
Beberapa artis ibu kota juga tak mau ketinggalan. Antara lain, Rano Karno, Basuki, dan Akri Patrio. Acara inti “Ngaji bersama Gus Dur” dipandu oleh pelawak Akri Patrio, “Saya ini memang pelawak tapi Gus Dur itu embahnya pelawak,” canda Akri disambut tawa hadirin. [Anam]


Gus Dur: Istilah Kiai Kampung Bukan untuk Dikotomi
Oleh : ABDULLAH UBAID/SYIRAH/19-2-2007


Jakarta- Niat Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) untuk mempererat hubungan dan komunikasi lebih intensif dengan “kiai kampung” terwujud sudah. Hajatan yang bertajuk Majelis Silaturahmi Ulama Rakyat (masura) itu digelar di jalan Warung Silah, Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu (18/2).

Istilah kiai kampung, menurut Ketua Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, bukan untuk mendikotomi atau memilah-milah antar kiai, misalnya, ada kiai kampung, kiai kota, kiai sepuh, atau kiai-kiai yang lain.

“Bukan saya yang mengatakan ada kiai begini dan begitu. Kalau ada yang menganggap saya membuat dikotomi antara kiai kampung dan kiai sepuh itu konyol,” ujar Gus Dur di hadapan ribuan nahdliyyin yang memadati komplek pesantren al-Munawwaroh, Ciganjur.

Istilah ini sejatinya tak dibuat secara khusus untuk acara silaturrahim kali ini. Menurut cucu pendiri NU Hasyim Asy’ari ini, istilah kiai kampung muncul saat digelar pengajian di Nganjuk, Jawa Timur, beberapa hari yang lalu. Pengajian itu dihadiri ribuan warga para kiai NU dari daerah tersebut.

Jadi bukan untuk dikotomi tapi memperjelas posisi. Selama ini aspirasi masyarakat, terutama dari para kiai dan pemimpin masyarakat, di akar rumput tak pernah didengar oleh para wakil rakyat. Mereka seakan dilupakan dan dianggap tak penting.

Selain itu, kata Gus Dur, para ulama kenamaan yang sering muncul di televisi telah dikapitalisasi oleh industri hiburan sehingga lebih sering menjadi tontonan dari pada menjadi penyampai lidah ummat.

Gus Dur berharap, forum silaturrahim semacam ini bisa kontinyu diadakan tiap tiga bulan sekali di Ciganjur. Sementara Abdul Muhaimin Iskandar, Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB Muhaimin Iskandar, berharap lebih dari itu. “Kita berharap pertemuan semacam ini berlanjut sampai ke cabang-cabang PKB seluruh Indonesia,” tandasnya saat memberikan sambutan. [Anam]


Gus Dur: Muhaimin dan Syaiful Kudu Akur
Oleh ABDULLAH UBAID/SYIRAH/19-2-2007


Jakarta- Aras Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kini tak lagi ada goncangan dahsyat. Perseteruan Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dan Menteri Pemberdayaan Daerah Tertinggal (PDT) Syaifullah Yusuf tak lagi terdengar.

Perkembangan ini tak luput dari komentar Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Ketua Umum Dewan Syuro PKB, saat mengisi pengajian bareng kiai kampung, Minggu (18/02).

"Kalau berantem itu urusan mereka. Ribut ya ribut, tapi persaudaraan jangan berhenti," kata Gus Dur yang disambut tepuk tangan ribuan kiai kampung.

Gus Dur mengaku tidak mempersoalkan kepindahan Syaiful ke Partai persatuan Pembangunan (PPP), jika itu sudah menjadi pilihannya.

"Saya enggak apa-apa Syaiful masuk PPP, silakan saja. Keluarga saya banyak di partai-partai, adik saya ada yang di PPP, satu ada yang di Golkar, satu di PKB, adiknya lagi ada yang suka golput," beber Gus Dur dengan santai.

Menurutnya, meskipun berbeda pendapat, kekeluargaan harus tetap terjaga meskipun berbeda partai. "Kalau kami kumpul, kami tidak ngomong politik kok," ungkapnya.
Muhaimin dan Syaiful adalah masih saudara sepupu. Muhaimin adalah anak bibi Syaiful. Dan keduanya adalah keponakan Gus Dur. [nvt/nrl/detik]


Gus Dur Anjurkan Pemerataan Ekonomi dan Perbaikan Layanan
Oleh : ABDULLAH UBAID/SYIRAH/19-2-2007


Jakarta- “Selama ini ekonomi kita haya mementingkan pertumbuhan tapi tidak pemerataan,” tandas Ketua Umum Dewan Syuro PKB Abdurrahman Wahid saat memberikan pengajian di Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu (18/2).

Hal ini ini disebabkan sistem ekonomi saat ini masih berorientasi pada pertumbuhan dan hanya memihak kepada para pengusaha besar. Karena itu, pemerintah harus melakukan pemerataan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

”Harus ada kredit murah untuk sektor informal. Paling-paling cuma 50 juta sudah bisa membantu para pengusaha angkot dan pedagang kali lima dari pada buat subsidi para pengusaha formal yang tidak jelas untungnya,” kata Gus Dur.

Menurutnya, pendapatan negara yang diperoleh dari pajak atau jalur formal lebih sedikit dibanding pendapatan yang diperoleh dari retribusi atau jalur informal. Belum lagi, ada persoalan pengemplangan pajak dan budaya kurupsi yang mendera para pejabat pemerintahan.

Misalnya, dari 210 juta penduduk Indonesia, menurut perhitungan, seharusnya ada 42 juta pembayar pajak atau seperlimanya. Tapi kenyataannya pembayar pajak justru kurang dari 5 juta.

Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Gus Dur, berbagai terobosan perlu dilakukan, mengingat banyak kekayaan alam yang belum dimaksimalkan untuk kesejahteraan rakyat.

“Saat ini banyak kekayaan alam kita, tapi tidak dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya saja hasil tambang, hutan, dan hasil laut,” cetusnya. [Anam/NU/Detik].


| sumber: www.syirah.com |

 
Design by Free WordPress Themes | Blogger by Pemuda - Premium Blogger Themes