Oleh Abdullah Ubaid Matraji
Jum`at pagi tanggal 20 Desember 1900 ia dilahirkan di Bukit Surungan Padang Panjang. Anak bungsu dari lima bersaudara ini adalah buah cinta pasangan Muhammad Yunus dan Rafi`ah. Latar belakang keluarganya, tak hanya taat bergama, tapi aktif dalam gerakan pembaharuan Islam di Sumatra Barat.
Ayahnya dikenal sebagai seorang hakim, ahli ilmu falak (astronomi) dan ulama besar pemimpin tarekat Naqsabandiyah. Dan kakaknya, Zaenuddin Labay, dikenal sebagai ulama besar sekaligus tokoh pembaharu sistem pendidikan Islam model surau di Padang.
Secara genetis, Rahmah berasal dari suku Sikumbang. Kepala sukunya bergelar Datuk Bagindo Maharajo. Selama hidupnya, ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Kemampuannya dalam membaca dan menulis Arab dan Latin diperoleh dari kakaknya, Zaenuddin Labay dan Muhammad Rosyid.
Jasanya terbesar adalah mendirikan Diniyah School Putri, yang bertujuan untuk mencerdaskan kaum perempuan agar menjadi pendidik yang cakap dan bertanggung jawab. Keberhasilan Rahmah ini ternyata menarik perhatian Syaikh Abdurrahman Taj, Rektor Universitas al-Azhar Cairo Mesir waktu itu.
Pada tahun 1955, Syaikh Abdurrahman mengadakan kunjungan ke sekolah yang terletak di Padang Panjang ini. Rektor tertarik dengan sistem pembelajaran khusus yang diterapkan kepada putri-putri Islam Indonesia. Ia menimba pengalaman dari sekolah yang didirikan pada tahun 1923 itu.
Waktu itu, al-Azhar belum memiliki lembaga pendidikan khusus perempuan. Tak lama setelah kunjungan, kampus Islam ternama itu membuka pendidikan khusus perempuan yang bernama kulliyyât al-banât.
Sebagai rasa terima kasih, Syaikh Abdurrahman mengundang Rahmah ke Universitas al-Azhar. Tahun 1957 Rahmah menunaikan haji, dan pulangnya mampir ke Kairo untuk menghadiri undangan Sang Rektor. Tak diduga sebelumnya, Rahmah ternyata mendapat anugrah yang luar biasa. Ia dianugrahi gelar Syaikhah oleh Universitas itu.
Gelar Syaikah bukanlah sembarang gelar. Ini hanya untuk orang-orang ahli dalam bidang tertentu dan menguasai khazanah ilmu-ilmu keislaman. Gelar yang baru disandangnya itu setara dengan gelar Syeikh Mahmoud Syalthout, salah seorang mantan rektor al-Azhar. Bahkan, Buya Hamka pernah berkata ”Selama beberapa ratus tahun ini, hanya Rahmahlah yang memperoleh anugrah gelar tersebut.”
Rahmah hidup hingga usia 69 tahun. Tepat pada jam 18.00 tanggal 26 Februari 1969, aktivis perempuan pelopor pendidikan itu menutup mata. Satu-satunya saikhah Indonesia meninggal dunia. [AUM/BERBAGAI SUMBER]
Syirah/Edisi 62/Februari 2007.